Rabu, 20 Juni 2012

PELANGGARAN KODE ETIK GURU BUTIR EMPAT


“ MENCIPTAKAN SUASANA SEKOLAH YANG MEMBUAT ANAK DIDIK BETAH BERADA DAN BELAJAR DI SDN 009 KARANG ASAM SAMARINDA”
Moh. Alim (NIM.0705075188)
 


Guru merupakan unsur aparatur negara dan abdi negara. Karena itu, guru mutlak perlu mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, sehingga dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan tersebut. Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan ialah segala peraturan-peraturan pelaksanaan baik yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan Nasional, di pusat maupun di Daerah, maupun Kementerian lain dalam rangka pembinaan pendidikan di negara kita.
Setiap guru Indonesi awajib tunduk dan taat kepada ketentuan-ketentuan pemerintah. Dalam bidang pendidikan ia harus taat kepada kebijaksanaan dan peraturan, baik yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional maupun Departemen yang berwenang mengatur pendidikan, di pusat maupun di daerah dalam rangka melaksanakan kebijaksanan-kebijaksanaan pendidikan di Indonesia.
Artikel yang berjudul Menciptakan Suasana Sekolah yang Membuat Anak Didik Betah Berada dan Belajar di SDN 009 Karang Asam ini mencoba melihat sisi pendidikan secara langsung yang ada di satuan pendidikan. Dengan mengungkapkan hal-hal yang tidak sesuai dengan kode etik dan peraturan pemerintah tentang sistem pendidikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang membantu terselesaikannya penulisan artikel ini. Saran dan kritik yang membangun tetap penulis terima demi terciptanya penulisan yang lebih baik lagi. Semoga artikel ini bermanfaat bagi pembaca.

-----------

Menurut Dedi Supriadi (1999) profesi guru adalah orang suatu pelayanan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan. Abin Syamsudin (2000) Mengatakan profesi guru yaitu kemampuan yang tidak dimiliki rang pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan tingkat tinggi.
Mendidik ialah meminpin anak ke arah kedewasaan, jadi yang kiata tuju dalam pendidikan ialah kedewasaan si anak. Tidak mungkin Seorang pendidik membawa anak kepada dewasanya bukan hanya dengan nasihat-nasihat, perintah-perintah, anjuran-anjuran dan larangan-larangan saja. Melainkan yang utama ialah dengan gambaran kedewasaan yang senantiasa dapat dibayangkan oleh anak dalam diri pendidiknya didalam pergaulan mereka (antara pendidik dan anak didik). Seiring berjalannya waktu suatu pendidikan berubah mengikuti perkembangan jaman. Sehingga sampailah pada saat dewasa ini, guru bukan merupakan satu-satunya kontrol sosaial, melainkan dalam hal ini guru mempunyai posisi sebagai pasilitator setelah menjalankan fungsinya sebagai pelatih, pengajar dan pembimbing (Sumiati dan Asra, 2008).
Dalam Kode Etik Guru Indonesia Point Butir Empat, yaitu (4)Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah sebaik-baiknya yang menunjang keberhasilan proses belajar mengajar” dan penjelasan pada Butir empat bagian (a) Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah sehingga anak didik betah berada dan belajar di sekolah. Hal ini berarti seorang guru harus menguasai berbagai metode dan strategi pembelajaran untuk digunakan dalam proses pembelajaran yang dilaksanakannya di sekolah sehingga tercipta suasana yang menyenangkan bagi anak didik dan anak didik menjadi betah belajar di sekolah.
Secara umum Syaiful Bahri Djamarah (2008) mengartikan strategi sebagai suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Jika dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru anak didik dalam permujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.
Tetapi tidak demikian yang terlihat di SDN 009 Karang Asam. Ada beberapa guru yang melanggar kode etik guru tersebut. Sebut saja guru A.
Guru A dalam melaksanakan pembelajaran hanya menggunakan metode pembelajaran tradisional dalam setiap pembelajaran yang dilaksanakannya, yakni metode ceramah. Siswa yang selalu mendengarkan perkataan-perkataan guru dalam ceramahnya menjadi tidak konsentrasi dan bermain sendiri. Namun, guru tersebut tetap saja melanjutkan materinya tanpa mengarahkan anak didiknya agar memahami materi yang ia sampaikan sehingga tujuan pembelajaran bisa tercapai dengan baik dan proses pembelajaran dapat berjalan dengan kondusif.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008, Pasal 3 ayat (4) dijelaskan bahwa
(4)  Kompetensi pedagogik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurangkurangnya meliputi:
a.      pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;
b.      pemahaman terhadap peserta didik;
c.          pengembangan kurikulum atau silabus;
d.      perancangan pembelajaran;
e.         pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
f.           pemanfaatan teknologi pembelajaran;
g.      evaluasi hasil belajar; dan
h.      pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Semestinya guru tersebut harus memiliki kompetensi Pedagogik yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah di atas. Kompetensi pedagogik terdiri dari lima subkompetensi, yaitu: memahami peserta didik secara mendalam; merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran; melaksanakan pembelajaran; merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran; dan mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya (Sudarwan dan Khairil, 2010).
Mengingat beragamnya kemampuan anak didik dan kepribadian anak didik, guru harus mengetahui karakteristik setiap anak didiknya. Namun, yang dilakukan guru A dalam proses belajar mengajar adalam bertentangan dengan hal tersebut. Guru A tidak mengetahui karakter setiap anak didiknya dan tidak menghiraukan perbedaan yang ada di setiap anak didiknya.
Sesuai dengan apa yang dilaksanakan oleh Guru A dalam proses pembelajaran yang ia laksanakan, guru tersebut harus menguasai keempat subkompetensi tersebut.
Sudarwan dan Khairil (2010) menjelaskan bahwa subkompetensi merancang pembelajaran memiliki indikator esensial, yaitu; guru harus menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi yang akan diajarkan; guru harus menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih. Subkompetensi melaksanakan pembelajaran memiliki esensial yaitu menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
Subkompetensi merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki indicator esensial, yaitu merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
Sobkompetensi mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya, memiliki indicator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.
Kemampuan guru dalam merencanakan proses belajar mengajar sama dengan kemampuan mendesain bangunan bagi seorang arsitek. Ia tidak hanya bisa membuat gambar yang baik dan memiliki nilai estetis, tetapi juga harus mengetahui makna dan tujuan dari desain bangunan yang dibuatnya. Demikian halnya dengan guru, dalam membuat rencana atau program belajar mengajar, guru harus mengetahui arti dan tujuan perencanaan tersebut, serta menguasai secara teoritis dan praktis unsur-unsur yang terdapat di dalamnya (Udin Syaefudin Saud, 2008).
 @@@@@@@@
DAFTAR PUSTAKA
 Danim, Sudarwan dan Khairil. 2010. Profesi Kependidikan. Bandung: Alfabeta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif. Bandung: Rineka Cipta.
Himpunan Peraturan Perundang-undangan.  2009. Undang-undang Guru dan Dosen. Bandung: Fokusmedia.
Saud, Udin Syaefusin. 2008. Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta.
Supriadi, D. 1999. Manajemen dan Kepemimpinan. Jakarta: Depdikbud.
Sumiati dan Asra. 2008. Pelaksanaan Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima. 
Syamsudin, Abin. 2000. Organisasi dan Profesi. No. 7/1998

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan komentar dan saran-saran yang membangun.
untuk menjadi bahan pembelajaran lebih baik.