Selasa, 19 Juni 2012

Bukan Aku


Rina membuka matanya di pagi hari dengan sedikit kesal. Bagaimana tidak, di pagi ini pukul 04.00 dia harus dibangunkan untuk sholat shubuh.
Sejak kemarin dia memang sudah tidak tinggal di rumah. Tepatnya dia dimasukkan di sebuah pondok pesantren.
“Aaaaahhh….. aku malaaaaas” Kata Rini sambil merentangkan kedua tangannya.
Suara adzan telah berkumandang, ppara santri-santri segera bergegas menuju masjid. Semua nampak baru, seasana dan keadaannya. Maklumlah santri-santri di pondok itu adalah santri baru semua. Sedangkan angkatan-angkatan sebelumnya masih menikmati masa liburan. Kecuali OSIP “Organisasi Siswa Intra pesantren”..
 “Hai….?” Sapa seorang santri putri.
“oh… ha.. hai juga” Jawab Rina gurup.
“kamu bisa merapat ke sini?” tanyanya sambil menunjuk shaf yang masih kosong            .
“Oh, tentu aja” jawab Rina.
Sholat shubuh pun dilaksanakan oleh seluruh santri putrid. Termasuk Rina tentunya. Setelah selesai sholat shubuh, mereka pun diajak untuk mengaji oleh ustadzah yang memimpin.
. . .

Pukul 06.00 santri-santri sudah memenuhi kamar mandi, untuk mandi tentunya.
“Ayo cepet Rin, nanti kita nggak dapat antrian….” Ucap si Iswi.
Iswi adalah teman baru Rina. Cewek manis yang mempunyai gingsul di giginya. Mereka memang baru kenal saat tadi setelah sholat shubuh.
“Iya Wi, tunggu bentar” Teriak Rina sambil berlari menyusul.
. . .
Pukul 06.30.
“Wi.. anak-anak yang lain pada mau ke mana sih?” Tanya Rina.
“Oh, itu , katanya sih mau makan gitu”. Jawab Iswi santai.
“Makan? Makan di mana?” Tanya Rina penasaran.
“Ya ke atas lah Rina”.
“Ha? Makan kok ke atas” Tanya Rina lagi.
“Iya, dapurnya kan di atas, tenang aja, kita udah nggak perlu masak kok, tinggal makan aja”. Kata Iswi menjelaskan. “Ayo kita ke sana juga” sambung Iswi.
“Malas ah” Jawan Rina maas. Iswi langsung memakai jilbab dan juga merapikannya.
“Ayo!!” ajak Iswi memaksa.
Dengan ogah-ogahan Rina menjawab “Sebenarnya aku nggak mau, tapi, karena kamu maksa…. Iya deh”.
“Good….” Kata Iswi sambil tersenyum simpul.
. . .

“Wah, baru aku tau kalo mau makan aja harus bersusah payah dulu” kata Rina terengah-engah.
“Ya sabarlah Rin” Jawab Iswi pendek. Mereka pun mengambil tempat untuk menyantap makanan yang baru mereka dapat dari ibu penjaga makanan.
“Serius kita makan ini?” Tanya Rina seraya menunjuk makanan yang ada di piringnya.
“Anak manja…. Makan sudah”. Jawab Iswi dengan enteng.
“Hmmmmm, iya deh”. Jawab Rina sambil menyuapkan sesendok nasi dengan tempe ke mulutnya.

. . .                                                                        
Sementara itu di kamar Rina dan Iswi sedang kosong. Seseorang terlihat membuka pintu. Dia seperti mencari-cari sesuatu.
Rina dan Iswi pun kembali ke kamar. Se isi kamar sudah berantakan. Kasur yang telah disusun sebelum mandi tadi sudah tidak teratur lagi. Bahkan, lemari mereja juga terbuka.
“Ha..!?” Kata Rina.
“Kenapa ini Rin??” Kata Iswi.
“Aku nggak tau” Jawab Rina.
“Kamu tadi nggak ngunci kamar ya?” kata Iswi.
“A.. aku…” perkataan Rina tersendat.
“Kamu kenapa?” jawab Iswi mulai emosi.
“Aku nggak tau kuncinya di mana Iswi, kamu kan nggak ada ngasih kunci ke aku.” Jawab Rina membela diri.
“Nggah mungkin lah Rina, tadi aku pasti ngasih kuncinya ke kamu” Jawab Iswi.
“Kamu itu ngeyel banget sih Wi” Jawab Rina setengah berteriak.
“Kalo nggak gara-gara kamu lupa ngunci kamar, nggak mungkin kamar kita berantakan.” Jawab Iswi dengan nada meninggi.
Santri-santri yang lain berkumpul di depan kamar mereka. Bagaimana tidak? Satu asrama dapat mendengar mereka berkelahi mulut. Sedangkan Pembina asrama dan OSIP sedang tidak ada. Mereka sedang rapat dan berdiskusi di kantor.
Pertengkaran itu menjadi semakin ramai dengan adanya santri-santri yang bersorak. Tak lama kemudian terdengar suara pukulan yang keras dan berkali-kali.
Terlihat dari ujung lorong Ustadz Ghofur sedang melangkah mendekat dan membawa rotan. Tentu saja rotan itu untuk memukul santri-santri yang menghalangi jalannya.
Dengan muka yang memerah. Ustadz Ghofur berjalan mendekati Rina dan Iswi. Merahnya muka ustadz tersebut bukan karena tanpa sebab, melainkan karena kemarahan yang ditahan.
“Sudah marah-marahnya?” Tanya Ustadz Ghofur dibuat sesantai mungkin.
“Nggak malu dilihat temen-temenmu?” sambung Ustadz Ghofur.
Seketika Rina dan Iswi terdiam. Mereka saling menatap, lalu menunduk.
“Ayo ikut saya” Kata Ustadz Ghofur.
Sambil berjalan mereka pun mengikutinya.
Sesampai di ruang kantor mereka duduk di hadapan Ustadz Ghofur. Ustadz Ghofur menjelaskan kepada keduanya untuk bersikap tenang dan diselesaikan dengan kepala dingin jika ada masalah. Tidak dengan teriak-teriak dan saling menyalahkan. Mereka pun bermaafan.
. . . 

Keadaan kamar yang berantakan membuat Rina dan Iswi harus membereskannya.
“Rina, Iswi?” panggil seorang cewek bertubuh gendut.
“Iya? Kenapa?” kata Rina dan Iswi hampir bersamaan.
“Maaf, aku yang sudah bikin kamar kalian berantakan, aku tadi mencari barangku yang ku kira berada di kamar kalian, aku juga yang mengambil kuncimu diam-diam, Wi.”
Rina dan Iswi Nampak kaget dengan penjelasan lala si cewek gendut tersebut. mereka pun bertatapan.
“Iya, nggak papa.” Jawab mereka dan tersenyum. Lala berterima kasih karena mereka mau memaafkannya dan lala pun ikut membantu membereskan kamar tersebut.

By. Eva Zulfa’luani
Siswa Kelas X, MA Al-Masyhuriyah
Tenggarong Seberang, Kutai kartanegara.

================

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan komentar dan saran-saran yang membangun.
untuk menjadi bahan pembelajaran lebih baik.